Jakarta - Pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus baik yang dilayani lewat pendidikan khusus maupun pendidikan layanan khusus masih minim, hanya sekitar 18 persen yang bisa dilayani.
"Baru sekitar 70.000 anak dari 346.000 anak berkebutuhan khusus di tanah air yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah formal dan khusus," kata Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas, Eko Djatmiko Sukarso,di Jakarta, Minggu (13/12).
Dijabarkannya, layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami ketunaan seperti tuna netra, tuna grahita maupun yang memiliki kebutuhan khusus lainnya cukup kompleks dan tersebar luas. "Hingga saat ini mereka belum bisa ditangani pemerintah secara maksimal," tandasnya.
Eko Djatmiko mengatakan, pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus bukan hanya meliputi penyandang cacat yang mengenyam pendidikan di sekolah luar biasa.
Pendidikan dengan cara yang khusus atau dinamakan pendidikan layanan khusus (PLK) juga dibutuhkan untuk melayani anak cerdas, berbakat istimewa, anak tenaga kerja indonesia (TKI) di daerah perbatasan dan luar negeri, anak jalanan, anak di dalam lembaga pemasyarakatan, anak korban bencana alam, anak penderita HIV/AIDS, anak pelacur, anak korban perdagangan orang, hingga suku terasing.
Untuk anak-anak cerdas atau berbakat istimewa yang diperkirakan jumlahnya sekitar 2,2 persen dari jumlah anak usia sekolah, baru sekitar 0,43 persen yang terlayani lewat pendidikan di kelas akselerasi dan sekitar satu juta lebih anak yang cerdas / berbakat istimewa yang potensial untuk mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Mereka juga termasuk anak-anak berbakat di bidang seni, budaya, dan bidang lainnya yang bisa mendukung kemajuan bangsa di masa depan belum menikmati pendidikan," katanya.
Sumber (http://www.primaironline.com/berita/sosial/layanan-pendidikan-anak-kebutuhan-khusus-di-bawah-20)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar