Kamis, 27 Mei 2010

Anak Tuna Rungu Diperkosa Temannya

Palembang (SIB)
Sungguh memilukan hati moral anak-anak ini. Tiga siswa Sekolah Dasar (SD) dilaporkan ke polisi karena diduga memerkosa teman satu sekolahnya sendiri, di Cematan Buay Madang, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan.
Anak perempuan yang menjadi korban, sebut saja Bunga (10), yang cacat tuna rungu. Siswa SD kelas 3 Desa Negeri Ratu, Kecamatan Bunga Mayang, Kabupaten OKU Timur, ini diperkosa tiga teman sekolahnya. Bahkan Bunga sempat dipaksa melakukan oral seks.
Peristiwa tersebut sebetulnya terjadi pada Selasa (14/4) ketika Bunga pulang dari sekolah sekitar pukul 11.00 WIB. Di tengah perjalanan pulang dengan berjalan kaki, Bunga dicegat tiga teman satu sekolah yakni Irh (10) teman sekelasnya, Cdr (13) kelas 6 dan Sah (11) kelas 4. Saat itulah, menurut Bunga, dia diseret di semak-semak pinggir jalan desa, dan diperkosa bergilir ketiga teman sekolahnya itu. Kepala Lara pun kena pukulan salah satu pelaku karena mencoba melawan.
Sejak Rabu (15/4) kemarin, ketiga pelaku ditahan di Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU) Timur. Namun, saat diperiksa hingga hari ini, Kamis (16/04/2009), Cdr mengaku tidak melakukan perkosaan.
“Kami tidak melakukan yang itu, memang kami balik sekolah itu beriringan dan dia (Bunga) sempat kami ganggu dengan kata-kata, setelah itu dia lari pulang melewati jalan pintas, kami terus balik ke rumah masing-masing kami tidak pernah melakukannya,” katanya.
Namun berselang beberapa jam kemudian, menurut Cdr, dirinya dikejutkan dengan kedatangan ayah korban yang langsung marah-marah dan mencari orangtuanya. Ayah Bunga mengatakan bahwa dirinya telah memperkosa Bunga. “Aku bae tekejut, kok aku dituduh bapaknyo ngituke anaknyo,” tutur Cdr dalam bahasa setempat.
Bahkan dari cerita korban, menurut Sobirin, bapak Bunga, anaknya dipaksa salah satu dari pelaku untuk melakoni adegan oral seks di semak-semak.
Mendengar cerita korban yang masih polos dan lugu itulah lantas Sobirin mencari tahu siapa yang telah memperkosanya. Karena didesak terus, Bunga lalu menuliskan nama pelaku pada secarik kertas yakni Cdr, Irh dan Sah. Berbekal kopelan dan pengakuan korban ini lantas orangtua korban mendatangi kediaman ketiganya. Namun justru dirinya mendapatkan ancaman dari orangtua ketiga pelaku. Bahkan salah satu dari orangtua pelaku berani bersumpah kalau anaknya tidak melakukan perbuatan memalukan tersebut. “Dari nama yang ditulisnya aku sangat yakin pelakunya tidak lain tiga orang itu,” kata Sobirin.
Untuk membuktikan pengakuan Lara, Sobirin pun pada Selasa (14/4) sore membawanyan ke Puskesmas Martapura untuk mengecek kondisi kepala putrinya yang terasa sakit dan pusing setelah dipukul salah satu dari pelaku ketika aksi pemerkosaan ini terjadi.
“Awalnya aku ke Puskesmas Martapura itu bukan untuk visum namun mengecek kondisi kepalanya yang katanya sakit. Entah mengapa setibanya di puskesmas justru timbul niat aku untuk memeriksakan alat vitalnya,” jelas Sobirin. Karena tidak ada surat pengantar visum dari Polres, petugas puskesmas pun enggan melakukan visum sore itu, karena itulah kasus ini dilaporkannya ke Polres OKUT dan meminta untuk dilakukan visum. Dari hasil visum diketahui telah terjadi robek pada alat vital korban.
Aparat Polres OKUT langsung menindaklanjuti laporan Sobirin, dan pada Rabu (15/4) pagi petugas berhasil meringkus ketiga pelaku untuk diperiksa. Ketiganya masih mengenakan seragam sekolah putih merah didampingi orangtuanya masing-masing, sejumlah saksi serta diantar juga oleh perangkat desa.
“Tiga orang siswa yang diduga kuat telah memperkosa korban kini sudah kita panggil untuk dimintai keterangan dengan didampingi orangtua dan pejabat desa yang bersangkutan,” kata Kapolres OKUT AKBP ML John Mangundap SH SIK kepada pers di Martapura, Kamis (16/4).
Menurut Surachman karena ketiga pelaku masih di bawah umur dalam pemeriksaan perlu didampingi orangtua masing-masing. “Sejauh ini kita masih melakukan pemeriksaan. Yang jelas kasus ini akan kita ungkap dan jika nanti terbukti, tidak menutup kemungkinan pelaku akan ditahan,” katanya.
Keluarga
Menurut Yenni Izi, direktur Woman Crisis Centre (WCC) Palembang, kasus kekerasan seksual terhadap anak cukup tinggi di Sumsel. “Selama setahun kemarin, sekitar 100 lebih kasus yang korbannya anak-anak dan pelakunya anak-anak cukup sering terjadi,” kata Yenni.
Menurut Yenni, persoalan kasus kekerasan seksual terhadap anak ini sebagai dampak dari pola pendidikan di rumah maupun di sekolah. “Ini membuktikan ada yang salah dalam mendidik anak. Anak-anak yang melakukan tindakan itu, bisanya belajar dari lingkungan atau informasi yang didapatnya,” kata Yenni.
“Orangtua dan masyarakat harus perhatian yang lebih terhadap perkembangan anak-anak di lingkungannya,” ujar Yenni. (detikcom/k)


Sumber (http://hariansib.com/?p=70846)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar