A. Stres
Istilah stress dikemukakan oleh Hans Selye (dalam Sehnert,1981) yang mendefinisikan stress sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tututan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah stress dapat digunakan untuk menunjukan suatu perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut. Menurut Lazarus (1976) stress adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Menurut Korchin (1976) keadaan stress muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Stress tidak saja kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan nadi, akan tetapi stress adalah keterkaitan antar ketiganya (Prawitasari,1989). Karena banyaknya definisi mengenai stres, maka Sarafino (1994) mencoba mengkonseptualisasikan kedalam tiga pendekatan, yaitu : stimulus, respon, dan proses.
B. MODEL STRES
a. Response-based model
Stress model ini mengacu sebagai sekelompok gangguan kejiwaan dan respon-respon psikis yang timbul pada situasi sulit. Model ini mencoba untuk mendefinisikan pola-pola kejiwaan dan respon-respon kejiwaan yang diukur pada lingkunagn yang sulit. Suatu pola atau sekelompok dari respon disebut sebagai sebuah sindrom. Pusat perhatian dari model ini adalah bagaimana stressor yang berasal dari peristiwa lingkungan yang berbeda-beda dapat menghasilkan respon stress yang sama.
b. Stimulus-based model
Model stress ini memusatkan perhatian pada sifat-sifat stimuli stress. Tiga karakteristik penting dari stimuli strees adalah sebagai berikut :
(1) Overload
Karakteristik ini diukur ketika sebuah stimulus datang secara intens dan individu tidak dapat mengadaptasi lebih lama lagi.
(2) Conflict
Konflik diukur ketika sebuah secara simultan membangkitkan dua atau lebih respon-respon yang tidak berkesesuaian. Situasi-situasi konflik bersifat ambigu, dalam arti stimulus tidak memperhitungkan kecenderungan respon yang wajar.
(3) Uncontrollability
Uncontrollability adalah peristiwa-peristiwa dari kehidupan yang bebas/ tidak tergantung pada perilaku dimana pada situasi ini menunjukan tingkat stress yang tinggi. Penelitian tentang tujuan ini menunjukan bahwa stress diproduksi oleh stimulus aversive yang mungkin diolah melebihi kemampuan dan kontrol waktu serta jangka waktu dari stimuli ini daripada dengan kenyataan penderitaan yang dialami. Dampak stress dari stimuli aversive dapat diperkecil jika individu percaya dapat mengontrolnya.
c. Interactional model
Model ini merupakan perpaduan dari response-based model dan stimulus-based model. Ini mengingatkan bahwa dua model terdahulu membutuhkan tambahan informasi mengenai motif-motif individual dan kemampuan mencoping (mengatasi). Model ini memperkirakan bahwa stress dapat diukur ketika dua kondisi bertemu,yaitu :
(1) Ketika individu menerima ancaman akan motif dan kebutuhan penting yang dimilikinya. Jika telah berpengalaman stress sebelumnya, individu harus menerima bahwa lingkungan mempunyai ancaman pada motif-motif atau kebutuhan-kebutuhan penting pribadi.
(2) Ketika individu tidak mampu untuk mengcoping lebih merujuk pada kesimpulan total dari metode personal, dapat digunakan untuk menguasai situasi yang penuh stress. Coping termasuk rangkaian dari kemampuan untuk bertindak pada lingkungan dan mengelola gangguan emosioanal, kognitif serta reaksi psikis.
Pendekatan interaksional beranggapan bahwa keseluruhan pengalaman stress didalam beberapa situasi akan tergantung pada keseimbangan antara stressor, tuntutan dan kemampuan mencoping. Stress dapat menjadi tinggi apabila ada ketidak seimbangan antara dua faktor, yaitu karena tuntutan melampaui kemampuan coping. Stress dapat menjadi rendah apabila kemampuan coping melebihi tuntutan.
C. Jenis Stres
Holahan (1981) menyebutkan jenis stress yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systematic stress dan pshycological stress. Systematic stress didefiniskan oleh Selye (dalam Holahan,1981) sebagai respon non spesifik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan. Ia menyebut kondisi-kondisi pada lingkungan yang menghasilkan stress, misalnya racun kimia atau temperature ekstrim, sebagai stressor. Selye mengidentifikasi tiga tahap dalam respon sistematik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stress, yang diistilahkan General Adaptation syndrome (GAS).
Tahap pertama adalah alarm reaction dari system syaraf otonom, termasuk didalamnya penigkatan sekresi andrenalin, detak jantung, tekanan darah dan otot menegang. Tahap ini bisa diartikan sebagai pertahanan tubuh.
Selanjutnya ketiga, exhaustion atau kelelahan, akan terjadi kemudian apabila stressor datang secara intens dan dalam jangka waktu yang cukup lama, dan jika usaha-usaha perlawanan gagal untuk menyelesaikan secara adekuat.
Psychological stress terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh stress sebagai ancaman yang kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya (Lazarus dalam Holahan,1981).sebuah secara potensi dapat terlihat sebagai suatu ancaman dan berbahaya secara potensial apabila melihat hal yang memalukan, kehilangan harga diri, kehilangan dan seterusnya.(dalam Heimstra & Mc Farling, 1978)
Hasil penelitian dari Levy dkk.(1978) ditemukan bahwa stress dapat timbul dari kondisi-kondisi yang bermacam-macam,seperti tempat kerja, dilingkungan fisik dan kondisi sosial. Stress yang timbul dari kondisi sosial bisa dari lingkungan rumah, sekolah atau pun tempat kerja.
Sumber : Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar