Sebuah sistem adalah sekelompok dua atau lebih komponen-komponen yang saling berkaitan (interrelated) atau subsistem-subsistem yang bersatu untuk mencapai tujuan yang sama (commom purpose) (James A. Hall, 2001).
Menurut Mulyadi (1999) didefinisikan sebagai kelompok unsur yang erat berhubungan satu sama lainnya, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan Walkinson (1999) menguraikan sistem dengan sebuah kerangka (framework) yang terintegrasi satu atau beberapa tujuan. Sistem akan mengkoordinasikan sumber daya yang diperlukan untuk mengolah memasukkan menjadi keluaran atau hasil.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu sistem terdiri atas beberapa unsur yang disebut subsistem, yang saling berhubungan dengan yang lain agar suatu sistem dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Hubungan antara subsistem ini berupa komunikasi informasi yang relevan sehingga secara bersama-sama dapat mencapai tujuan sistem. Tujuan sistem secara keseluruhan dapat tercapai apabila setiap subsistem dapat mencapai tujuan operasionalnya masing-masing.
Informasi adalah data yang diproses lebih jauh sehingga mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai “nilai pengaruh” atas tindakan-tindakan, keputusan-keputusan sekarang atau masa yang akan datang (Davis dan Olson,1985).
John Burch dan Gary Grudnitsky (1986) mendefinisikan informasi sebagai berikut: informasi adalah data yang telah diletakkan dalam konteks yang lebih berarti dan berguna yang dikomunikasikan kepada penerima untuk digunakan didalam pembuatan keputusan.
Menurut George H. Bodnar (1980): informasi adalah data yang berguna.
Barry E. Cushing (1974): informasi menunjukkan hasil dari pengolahan data yang diorganisasikan dan berguna kepada orang yang menerimanya.
Dapat di ambil kesimpulan bahwa informasi adalah:
1.Data yang diolah
2.Menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya
3.Menggambarkan suatu kejadian-kejadian (event) dan kesatuan nyata (fact dan entity)
4.Digunakan untuk pengambilan keputusan Kualitas informasi dapat berpengaruh terhadap kemampuan pengambilan keputusan untuk menggunakan substansi informasi dalam pembuatan keputusan yang tepat.
Kualitas informasi meliputi unsur:
a. Relevan: informasi yang relevan berkaitan dengan sejauh mana informasi dapat membuat perbedaan untuk alternatif pengambilan keputusan.
b. Akurat: keakuratan informasi berkaitan dengan ketepatan dan keandalan informasi tersebut, sehingga informasi yang akurat berarti bebas dari kesalahan dan tidak menyesatkan pemakai informasi.
c. Tepat waktu: ketepatan waktu sebuah informasi berhubungan dengan kapan informasi tersebut tersedia.
d. Ringkas: keringkasan sebuah informasi berarti informasi tersebut sudah digolongkan dan disajikan dalam format yang tidak terlalu detail.
e. Kejelasan: informasi yang jelas menunjukkan tingkat kemampuan informasi untuk dapat dimengerti oleh pemakainya.
f. Dapat diukur (quantify ability): berhubungan dengan konsep pengukuran informasi–informasi yang dapat diukur akan menambah nilai informasi tersebut.
g. Konsisten: konsistensi sebuah informasi berhubungan dengan kemampuan informasi untuk dibandingkan dengan informasi sejenis dengan waktu yang berbeda.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi “berbasis komputer” mengandung arti bahwa komputer memainkan peranan penting dalam sebuah sistem informasi. Secara teori, penerapan sebuah Sistem Informasi memang tidak harus menggunakan komputer dalam kegiatannya. Tetapi pada prakteknya tidak mungkin sistem informasi yang sangat kompleks itu dapat berjalan dengan baik jika tanpa adanya komputer. Sistem Informasi yang akurat dan efektif, dalam kenyataannya selalu berhubungan dengan istilah “computer-based” atau pengolahan informasi yang berbasis pada komputer.
SISTEM PAKAR (ES)
Sistem pakar (Expert System) adalah sebuah sistem informasi yang memiliki intelegensia buatan (Artificial Intelegent) yang menyerupai intelegensia manusia. Sistem pakar mirip dengan DSS yaitu bertujuan menyediakan dukungan pemecahan masalah tingkat tinggi untuk pemakai. Perbedaan ES dan DSS adalah kemampuan ES untuk menjelaskan alur penalarannya dalam mencapai suatu pemecahan tertentu. Sangat sering terjadi penjelasan cara pemecahan masalah ternyata lebih berharga dari pemecahannya itu sendiri.
Karakteristik Sistem Pakar
•Memiliki kemampuan belajar atau memahami masalah dari pengalaman.
•Memberikan tanggapan yang cepat dan memuaskan terhadap situasi baru.
•Mampu menangani masalah yang kompleks (semi terstruktur).
•Memecahkan masalah dengan penalaran.
• Menggunakan pengetahuan untuk menyelasaikan masalah.
Bagian Sistem Pakar
User Interface, adalah bagian yang memungkinkan manajer mamasukan instruksi dan informasi kedalam dan menerima informasi dari sistem pakar.
1.Input terdapat empat metode yaitu
•Menu
•Commands
•Natural Languange
•Customized Interfaces
2.Output Sistem Pakar , antara lain:
•Penjelasan dari pertanyaan
• Penjelasan dari penyelesaian masalah
3.Knowledge Base, adalah bagian yang memuat fakta-fakta yang menjelaskan area masalah, dan juga teknik menerangkan masalah yang menjelaskan bagaimana fakta-fakta tersebut cocok satu dengan yang lain dalam urutan yang logis. Istilah problem domain digunakan untuk menjelaskan area masalah.
4.Interference Engine, adalah bagian dari sistem pakar yang melakukan penalaran dengan menggunakan isi knowledge base berdasarkan urutan tertentu. Selama konsultasi, interference engine menguji aturan-aturan satu persatu dan ketika kondisi benar naka satu tindakan diambil.
5.Development Engine, adalah alat yang digunakan untuk menciptakan sistem pakar, dalam hal ini dua alat yang biasa digunakan adalah bahasa pemrograman dan ES shell.
Contoh Sistem Pakar
• XSEL, Sistem pakar yang bertindak sebagai asisten penjual di agen penjualan komputer DEC, yang membantu pelanggan memilih komputer yang sesuai dengan kebutuhannya.
• MYCIN, Sistem pakar yang dikembangkan di Stanford University tahun 19870-an dengan tujuan membantu petugas medis dalam mendiagnosa penyakit yang disebabkan bakteri.
• PROSPECTOR, Sistem yang diciptakan Richard Duda, Peter Hard, dan Rene Reboh tahun 1978 yang menyediakan kemampuan seorang ahli geologi.
Sumber : kutukomputer.net23.net
http://www.perpuskita.com/cbis/624/
nina wulandari
Sabtu, 07 April 2012
Senin, 19 Maret 2012
Analisa Perbedaan Struktur Kognitif Manusia dan Arsitektur Komputer
Struktur merupakan cara sesuatu disusun atau dibangun, yang disusun dengan pola tertentu, sedangkan kognitif, Menurut Livingstone, kognitif adalah kemampuan berpikir dimana yang menjadi objek berpikirnya terjadi pada diri sendiri. Segala sesuatu tentang pengetahuan, kesadaran, kontrol yang dihasilkan dari proses berpikir yang terjadi pada diri sendiri.
Dari uraian diatas, maka dapat kita simpulkan, struktur kognitif merupakan pola atau susunan berpikir yang terjadi pada diri sendiri untuk mendapatkan pengetahuan, kesadaran, dan kontrol yang ada pada diri sendiri.
Arsitektur itu merupakan ilmu untuk membuat atau merancang suatu konstruksi bangunan. apa yang dimaksud dengan Arsitektur Komputer. Mungkin dalam hal ini, suatu program komputer yang dirancang oleh manusia.
MODEL KOGNITIF
Model kognitif merupakan suatu model yang berhubungan dengan sistem interaktif yang memodelkan aspek pengguna, seperti pemahaman, pengetahuan, tujuan dan pemrosesan. Kategorisasi khusus model ini adalah kompetensi kinerja, selera komputasi, tanpa disertai pembagian yang jelas.
Banyak model yang menggunakan pemrosesan mental dimana user mencapai tujuan dengan memecahkan sub-tujuan secara divide-and-conquer (bagi dan taklukkan). Model yang digunakan pada metode ini adalah :
1. GOMS
GOMS merupakan model Goals, Operators, Methods, Selections yang diperkenalkan oleh Card, Moran dan Newell.
a. Goal adalah tujuan yang ingin dicapai oleh user
b. Operator, merupakan level terendah analisis, terdiri atas tindakan dasar yang harus dilakukan user dalam menggunakan sistem
c. Method, dimana ada beberapa cara untuk membagi tujuan ke dalam beberapa sub-tujuan
d. Selection, merupakan pilihan terhadap metode yang ada.
GOMS tidak membiarkan pilihan menjadi random, namun lebih dapat diprediksi yang secara umum tergantung dari user, kondisi sistem dan detai tujuan. Analisis GOMS umumnya terdiri dari satu tujuan tingkat tinggi yang kemudian didekomposisi menjadi deretan unit tugas yang selanjutnya dapat didekomposisi lagi sampai pada level operator dasar. Dekomposisi tujuan antara tugas keseluruhan dan yugas unit melibatkan pemahaman terhadap strategi pemecahan masalah oleh user dan doman aplikasi secara detail. Bentuk deskripsi high level goal ini nantinya diadopsi selama proses analisis tugas. Analisis struktur tujuan GOMS dapat digunakan untuk mengukur kinerja. Kedalaman tumpukan struktur tujuan dapat digunakan untuk mengestimasi kebutuhan memori jangka pendek. Pemilihan dapat diuji keakuratannya dengan jejak user dan perubahan respons.
GOMS merupakan metode yang baik untuk mendeskripsikan bagaimana seorang ahli melakukan pekerjaannya. Jika digabung dengan model fisik dan model perlengkapan maka akan dapat digunakan untuk memprediksi kinerja user dari aspek waktu eksekusi
2. CCT
CCT adalah kepanjangan dari Cognitive, Complexity Theory yang diperkenalkan oleh Kieras dan Polson. CCT merupakan perluasan dari GOMS yang mengandung banyak prediksi atau kemungkinan.
Pada CCT terdapat dua deskripsi paralel, yaitu :
a. User goal
Berhubungan dengan aturan produksi. Aturan tersebut berbentuk IF THEN dan dipisahkan antara aturan untuk pemula dan yang sudah ahli
b. System atau device
Berhubungan dengan jaringan transisi tergeneralisasi yang sangat detail. Terdapat deskripsi yang luas dan jaringan transisinya mencakup semua model dialog.
State (kondisi) adalah pernyataan tentang isi memori kerja. Jika kondisi benilai benar maka aturan produksi dijalankan, sedangkan aksi dapat terdiri dari satu atau lebih aksi elementer yang mungkin mengubah memori kerja atau berupa aksi ekternal seperti keystroke.Aturan CCT dapat menggambarkan rencana yang kompleks dibandingkan dengan hirarki sekuensial pada GOMS. Aktivitas yang kontinyu dari semua aturan produksi memungkinkan untuk merepresentasikan rencana yang berkesinambungan. Secara umum, semakin banyak aturan produksi dalam CCT maka akan semakin sulit suatu interface dipelajari.
Masalah yang ada pada CCT adalah :
a. Semakin detail deskripsinya, ukuran deskripsi dari satu bagian interface dapat menjadi sangat besar. Dimungkinkan terdapat beberapa cara untuk merepresentasikan perilaku user dan iterasi yang sama sehingga mengakibatkan adanya perbedaan pada hasil pengukuran
b. Pemilihan notasi yang digunakan, karena penggunaan notasi yang berbeda dapat mengakibatkan perbedaan pengukuran
CCT adalah alat rekayasa dengan pengukuran kemudahan untuk dipelajari dan tingkat kesulitan secara garis besar digabung dengan deskripsi detail perilaku user
MODEL ARSITEKTUR KOGNITIF
Pada model arsitektur kognitif, prediksi dan pemahaman terhadap kesalahan merupakan fokus dari analisis yang dilakukan.
Dapat disimpulkan bahwa struktur kognisi dan arsitektur komputer memiliki perbedaan. Struktur kognitif manusia itu proses berpikir yang terjadi pada diri sendiri, jadi manusia memiliki kontrol terhadap proses berpikirnya sedangkan arsitektur komputer yang menciptakan adalah manusia, manusia yang membuat program, manusia yang membuat pola dari sistem komputer tersebut. Jika dipersatukan, maka akan timbul suatu hubungan timbal balik yang sangat menguntungkan.satu sama lain.
Sumber:
aqwam.staff.jak-stik.ac.id/files/11.-imk[2].doc
www.artikata.com/arti-352128-struktur.html
Dari uraian diatas, maka dapat kita simpulkan, struktur kognitif merupakan pola atau susunan berpikir yang terjadi pada diri sendiri untuk mendapatkan pengetahuan, kesadaran, dan kontrol yang ada pada diri sendiri.
Arsitektur itu merupakan ilmu untuk membuat atau merancang suatu konstruksi bangunan. apa yang dimaksud dengan Arsitektur Komputer. Mungkin dalam hal ini, suatu program komputer yang dirancang oleh manusia.
MODEL KOGNITIF
Model kognitif merupakan suatu model yang berhubungan dengan sistem interaktif yang memodelkan aspek pengguna, seperti pemahaman, pengetahuan, tujuan dan pemrosesan. Kategorisasi khusus model ini adalah kompetensi kinerja, selera komputasi, tanpa disertai pembagian yang jelas.
Banyak model yang menggunakan pemrosesan mental dimana user mencapai tujuan dengan memecahkan sub-tujuan secara divide-and-conquer (bagi dan taklukkan). Model yang digunakan pada metode ini adalah :
1. GOMS
GOMS merupakan model Goals, Operators, Methods, Selections yang diperkenalkan oleh Card, Moran dan Newell.
a. Goal adalah tujuan yang ingin dicapai oleh user
b. Operator, merupakan level terendah analisis, terdiri atas tindakan dasar yang harus dilakukan user dalam menggunakan sistem
c. Method, dimana ada beberapa cara untuk membagi tujuan ke dalam beberapa sub-tujuan
d. Selection, merupakan pilihan terhadap metode yang ada.
GOMS tidak membiarkan pilihan menjadi random, namun lebih dapat diprediksi yang secara umum tergantung dari user, kondisi sistem dan detai tujuan. Analisis GOMS umumnya terdiri dari satu tujuan tingkat tinggi yang kemudian didekomposisi menjadi deretan unit tugas yang selanjutnya dapat didekomposisi lagi sampai pada level operator dasar. Dekomposisi tujuan antara tugas keseluruhan dan yugas unit melibatkan pemahaman terhadap strategi pemecahan masalah oleh user dan doman aplikasi secara detail. Bentuk deskripsi high level goal ini nantinya diadopsi selama proses analisis tugas. Analisis struktur tujuan GOMS dapat digunakan untuk mengukur kinerja. Kedalaman tumpukan struktur tujuan dapat digunakan untuk mengestimasi kebutuhan memori jangka pendek. Pemilihan dapat diuji keakuratannya dengan jejak user dan perubahan respons.
GOMS merupakan metode yang baik untuk mendeskripsikan bagaimana seorang ahli melakukan pekerjaannya. Jika digabung dengan model fisik dan model perlengkapan maka akan dapat digunakan untuk memprediksi kinerja user dari aspek waktu eksekusi
2. CCT
CCT adalah kepanjangan dari Cognitive, Complexity Theory yang diperkenalkan oleh Kieras dan Polson. CCT merupakan perluasan dari GOMS yang mengandung banyak prediksi atau kemungkinan.
Pada CCT terdapat dua deskripsi paralel, yaitu :
a. User goal
Berhubungan dengan aturan produksi. Aturan tersebut berbentuk IF
b. System atau device
Berhubungan dengan jaringan transisi tergeneralisasi yang sangat detail. Terdapat deskripsi yang luas dan jaringan transisinya mencakup semua model dialog.
State (kondisi) adalah pernyataan tentang isi memori kerja. Jika kondisi benilai benar maka aturan produksi dijalankan, sedangkan aksi dapat terdiri dari satu atau lebih aksi elementer yang mungkin mengubah memori kerja atau berupa aksi ekternal seperti keystroke.Aturan CCT dapat menggambarkan rencana yang kompleks dibandingkan dengan hirarki sekuensial pada GOMS. Aktivitas yang kontinyu dari semua aturan produksi memungkinkan untuk merepresentasikan rencana yang berkesinambungan. Secara umum, semakin banyak aturan produksi dalam CCT maka akan semakin sulit suatu interface dipelajari.
Masalah yang ada pada CCT adalah :
a. Semakin detail deskripsinya, ukuran deskripsi dari satu bagian interface dapat menjadi sangat besar. Dimungkinkan terdapat beberapa cara untuk merepresentasikan perilaku user dan iterasi yang sama sehingga mengakibatkan adanya perbedaan pada hasil pengukuran
b. Pemilihan notasi yang digunakan, karena penggunaan notasi yang berbeda dapat mengakibatkan perbedaan pengukuran
CCT adalah alat rekayasa dengan pengukuran kemudahan untuk dipelajari dan tingkat kesulitan secara garis besar digabung dengan deskripsi detail perilaku user
MODEL ARSITEKTUR KOGNITIF
Pada model arsitektur kognitif, prediksi dan pemahaman terhadap kesalahan merupakan fokus dari analisis yang dilakukan.
Dapat disimpulkan bahwa struktur kognisi dan arsitektur komputer memiliki perbedaan. Struktur kognitif manusia itu proses berpikir yang terjadi pada diri sendiri, jadi manusia memiliki kontrol terhadap proses berpikirnya sedangkan arsitektur komputer yang menciptakan adalah manusia, manusia yang membuat program, manusia yang membuat pola dari sistem komputer tersebut. Jika dipersatukan, maka akan timbul suatu hubungan timbal balik yang sangat menguntungkan.satu sama lain.
Sumber:
aqwam.staff.jak-stik.ac.id/files/11.-imk[2].doc
www.artikata.com/arti-352128-struktur.html
Selasa, 21 Februari 2012
arti sahabat sebenarnya
banyak definisi sahabat.... tapi menurut gw yang bs di bilang sahabat ini ga cuman ada disaat kita seneng aja tapi dia juga slalu ada disaat kita susah. sahabat lah yang slalu memberikan support atau motivasi yang membuat kita untuk lebih maju dan sahabat yang baik ga akan pernah menjerumuskan ke hal-hal yang tidak baik. dialah yang tidak hanya menerima kelebihan kita tapi dia juga menerima kekurangan kita bahwa dengan adanya sahabat akan dapat menutupi kekurangan kita. dia tidak memandang status sosial, ekonomi atau apapun, tidak menuntut kita untuk sempurna. dia hanya ingin membuat kita tersenyum dlm segala hal yang kita rasakan. saat ini mencari sosok sahabat ini memang benar-benar sulit, sebaiknya jika kita sudah mempunyai sahabat yang bnr-bnr mnrt kita terbaik jgn pernah menyakitinya atau membuat dia kecewa dgn sifat atau sikap kita...!!!
Minggu, 01 Januari 2012
PSIKOLOGI DAN INTERNET
Dalam eraglobalisasi saat ini, kemajuan teknologi sangat lah berpengaruh besar pada perkembangan jaman. Dengan adanya internet akan memudahkan setiap orang untuk mencari, mendapatkan atau bahwa mengakses berbagai macam informasi dengan cepat dan mudah sehingga setiap orang pengetahuan dan wawasannya bertambah dengan adanya informasi terbaru. Hal ini adanya internet juga akan mendukung dalam perkembangan dibidang psikologi. Karena psikologi lingkupnya tentang perilaku manusia, jadi dalam hal ini ada hubungan antara internet dengan psikologi. Terlihat dari perilaku manusia yang berusaha untuk mencari tahu atau menambah pengetahuannya dengan cara mengakses internet untuk mendapatkan informasi terbaru. Dalam hal ini internet memiliki dampak positif dan negatif untuk setiap orang terutama untuk ilmu psikologi.
Dampak positifnya adalah semua informasi dapat diperoleh dengan mudah dan cepat oleh setiap individu sehingga pengetahuan dan wawasan individu tersebut bertambah karena memperoleh informasi terbaru dengan mengakses internet tersebut sedangkan dampak negatifnya adalah individu yang terlalu sering mengakses internet (seperti online facebook, twiiter, yahoo! messenger atau lainnya) akan mengalami perilaku kecanduan pada individu tersebut. Bahkan individu tersebut rela berjam-jam menghabiskan waktunya di depan komputer atau laptop hanya sekedar untuk online dan terkadang individu tersebut lupa untuk makan, mandi, dan jam tidurnya pun berkurang hanya untuk online, hal ini pun juga akan berdampak negatif bagi individu tersebut selain perilaku kecanduan, kesehatan individupun akan terganggu dan individu tersebut akan mengalami gangguan tidur (insomnia).
Sekian opini dari saya semoga bermanfaat bagi pembaca
Terima kasih
Nina Wulandari
Dampak positifnya adalah semua informasi dapat diperoleh dengan mudah dan cepat oleh setiap individu sehingga pengetahuan dan wawasan individu tersebut bertambah karena memperoleh informasi terbaru dengan mengakses internet tersebut sedangkan dampak negatifnya adalah individu yang terlalu sering mengakses internet (seperti online facebook, twiiter, yahoo! messenger atau lainnya) akan mengalami perilaku kecanduan pada individu tersebut. Bahkan individu tersebut rela berjam-jam menghabiskan waktunya di depan komputer atau laptop hanya sekedar untuk online dan terkadang individu tersebut lupa untuk makan, mandi, dan jam tidurnya pun berkurang hanya untuk online, hal ini pun juga akan berdampak negatif bagi individu tersebut selain perilaku kecanduan, kesehatan individupun akan terganggu dan individu tersebut akan mengalami gangguan tidur (insomnia).
Sekian opini dari saya semoga bermanfaat bagi pembaca
Terima kasih
Nina Wulandari
Minggu, 25 Desember 2011
paragembel is my best friend
paragembel
mereka slalu ada dikala gw sedih ataupun senang
persahabatan ini terjalin sejak di tingkat awal sampai saat ini
walaupun tidak satu kelas lagi tapi kita semua tetap berkomunikasi dengan baik yang membicarakan masalah perkuliahan atau masalah lainnya.
saat ada waktu libur pst kita slalu menggunakan wktu itu untuk berkumpul bersama entah hanya sekedar makan ataupun jalan-jalan ke suatu tempat yang menurut kita tempat itu nyaman untuk kebersamaan kita.
buat gw paragembel itu teman, sahabat, bahkan keluarga...
ketika ketemu dan berkumpul dengan mereka merasa semua masalah yang gw hadapi itu ga ada. mereka yang juga slalu mmberikan support ke gw.
semoga persahabatan ini tidak hanya sementera tapi untuk slamanya.
"salam gembel"
mereka slalu ada dikala gw sedih ataupun senang
persahabatan ini terjalin sejak di tingkat awal sampai saat ini
walaupun tidak satu kelas lagi tapi kita semua tetap berkomunikasi dengan baik yang membicarakan masalah perkuliahan atau masalah lainnya.
saat ada waktu libur pst kita slalu menggunakan wktu itu untuk berkumpul bersama entah hanya sekedar makan ataupun jalan-jalan ke suatu tempat yang menurut kita tempat itu nyaman untuk kebersamaan kita.
buat gw paragembel itu teman, sahabat, bahkan keluarga...
ketika ketemu dan berkumpul dengan mereka merasa semua masalah yang gw hadapi itu ga ada. mereka yang juga slalu mmberikan support ke gw.
semoga persahabatan ini tidak hanya sementera tapi untuk slamanya.
"salam gembel"
Senin, 18 April 2011
Kesesakan
A.Pengertian kesesakan
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaan pengertian antara Crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) sebagaimana yang telah dibahas di bab terdahulu tidaklah jelas benar, bahkan kadang-kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang.
Menurut Altman (1975), Heimstra dan McFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982).
Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor :
a. Karakteristik seting fisik
b. Karakteristik seting sosial
c. Karakteristik personal
d. Kemampuan beradaptasi
Stokols (dalam Altman,1975) membedakan antara kesesakan bukan social (nosocial crowding) yaitu dimana factor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah raung yang sempit, dan kesesakan social (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan moleculer dan molar. Kesesakan molatr (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler (Molekuler crowing) yaitu perasaan sesak yang menganalisis individu, kelompok kecil dan keajadian-kejadian interpersonal.
B.Teori-teori kesesakan
Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga model teori, yaitu beban stimulus, kendala perilakau dan teori ekologi (Bell.,1978; Holahan,1982).
Toeri beban stimulus. Pendapat teori ini berdasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan social. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena bebrapa factor, seperti :
a. Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan
b. Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat
c. Suatu percakapan yang tidak dikehendaki
d. Terlalu banyak mitra interaksi
e. Interaksi yang terjadi dirasa terlalu dalam atau terlalu lama
Teori Ekologi. Micklin (dalam Holahan,1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbal balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok social dan bukan individu, dan organisasi social memegang peranan sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan social. Undermanning atau undercrowding. Adequate manning terjadi bila jumlah warga sesuai (tidak kuarng dan tidak lebih) dengan syarat seting. Overmanning atau overcrowding terjadi bila jumlah penghuni berlebihan sehingga seting tersebut tidak mampu lagi menampungnya.
Teori Kendala Perilaku. Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak bila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi aktifitas individu dalam suatu tempat. Pendekatan ini didasari oleh teori reaktansi psikologi (Psychological reactance) dari Brehm (dalam Schmidt dan Keating,1979) yang menekankan kebebasan memilih sebagai factor pendorong penting dalam persepsi dan perilaku manusia. Ia mengatakan bahwa bila kebebasan itu terhambat, maka individu akan mengadakan suatu reaksi dengan berusaha menemukan kebebasan yang hilang tadi, yang digunakan untuk mencapai tujuannya.
Proshansky dan kawan-kawan (1976) mengemukakan bahwa pengaruh psikologis dari kesesakan yang utama adalah kebebasn memilih individu dalam situasi yang sesak. Dengan bertambahnya kehadiran orang lain menyebabkan gagalnya usaha yang dilakukan individu dalam mencapai tujuannya. Kesesakan terjadi bila kehadiran orang lain dalam suatu seting membatasi kebebasan individu dalam mencapai tujuannya.
C.Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan
Terdapat tiga factor yang mempengaruhi kesesakan yaitu : personal, social, dan fisik, yang akan dibahas satu persatu.
Faktor Personal. Factor personal terdiri dari control pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi ; serta jenis kelamin dan usia.
a). Kontrol pribadi dan locus of control
Seligman dan kawan-kawan (dalam Worchel dan Cooper,1983) mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai control terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran control pribadi didalamnya.
b). Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Nasar dan Min (dalam Gifford,1987), yang mencoba membandingkan kesesakan yang dialami oleh orang Asia dan orang Mediterania yang tinggal di asrama yang sama di Amerika Utara, menemukan adanya perbedaan persepsi terhadap kesesakan pada individu dengan latar belakang budaya yang berbeda, dimana orang Mediterania merasa lebih sesak daripada orang Asia.
Sundsstrom (dalam Gifford,1987) mengatakan bahwa pengalaman pribadi dalam kondisi padat dimana kesesakan terjadi dapat mempengaruhi tingkat toleransi individu terhadap stress akibat kesesakan yang dialami. Tingkat toleransi akibat adaptasi ini berguna bila individu dihadapkan pada situasi yang baru.
Bell dan kawa-kawan (1978) mengatakan bahwa semakin sering atau konstan suatu stimulus muncul, maka akan timbul proses pembiasaan yang bersifat psikologis (adaptasi) dan fisik (habituasi) dalam bentuk respon yang menyebabkan kekuatan stimulus tadi melemah. Karena proses pembiasaan ini berhubungan dengan waktu, maka dalam kaitannya dengan kesesakan di kawasan tempat tinggal, lamanya individu tinggal dikawasan tersebut akan mempengaruhi perasaan sesaknya.
c). Jenis kelamin dan usia
Penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada pria pengalaman akan kesesakan ini lebih terlihat dibanding wanita karena lebih menunjukan sikap-sikap reaktif terhadap kondisi tersebut. Sikap reaktif itu tercermin dalam sikap yang lebih agresif, kompetitif, dan negative dalam berinteraksi dengan orang lain (Altman, 1975; Freedman,1975; Holahan,1982). Sementara itu Dabbs (1977) mengatakan bahwaa perbedaan jenis kelamin tidaklah berpengaruh terhadap kesesakan, meliankan lenih dipengaruhi oleh jenis kelamin mitra yang dihadapi.
Faktor Sosial. Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung di pengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan. Factor-faktor social yang berpengaruh tersebut adalah :
a).Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain. Schiffenbauer (dalam Gifford,1987) melaporkan bahwa penghuni asrama akan merasa lebih sesak bila terlalu banyak menerima kunjungan orang lain. Penghuni yang menerima kunjungan lebih banyak juga merasa lebih tidak puas dengan ruangan, teman sekamar, dan proses belajar mereka.
b). Formasi Koalisi
Keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan sosiial akan dapat meningkatkan kesesakan. Karenanya banyak penelitian yang menemukan akibat penambahan teman sekamar (dari satu menjadi dua orang teman) dalam asrama sebagai suatu keadaan yang negative. Keadaan negative yang muncul berupa stress, perasaan tidak enak, dan kehilangan control, yang disebabkan karena terbentuknya koalisi di satu pihak dan satu orang yang terisolasi di lain pihak (Gifford,1987).
c). Kualitas Hubungan
Kesesakan menurut penelitian yang dilakukan oleh Schaffer dan Pstterson (dalam Gifford,1987) sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang percaya bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya merasa kurang mengalami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.
d). informasi yang tersedia.
Kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebelumdan selama mengalami keadaan yang padat. Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah mempunyai informasi tentang kepadatan (Fisher dan Baum dalam Gifford,1987).
Faktor Fisik. Gove dan Hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan di dalam rumah berhubungan dengan factor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah (perbandingan jumlah penghuni dan luas ruangan yang tersedia) dan suasana sekitar rumah.
Variasi arsitektural
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Baum dan Valins (1977) di temukan bahwa desain koridor yang panjang akan menimbulkan perilaku kompetitif, penarikan diri, rendahnya perilaku kooperatif, dan rendahnya kemampuan untuk mengontrol interaksi.
McCartey dan Saegert (dalam Gifford,1987) menemukan bahwa bila dibandingkan dengan bangunan horizontal, kehidupan dibangun vertical dapat menyebabkan perasaan sesak yang lebih besar dan menimbulkan sikap-sikap negative seperti kurangnya kemampuan untuk mengontrol, rendahnya rasa aman, merasa kesulitan dalam mencapai privasi, rendahnya kepuasan terhadap bangunan yang ada, dan hubungan yang tidak erat di antara sesame penghuni.
D.Pengaruh Kesesakan terhadap perilaku
Bila suatu lingkungan berubah menjadi sesak (crowded), sumber-sumber yang ada di dalamnya pun bisa menjadi berkurang, aktivitas seseorang terganggu oleh aktivitas orang lain, interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan menggangu individu dalam mencapai tujuan personalnya, gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan (Epstien,1982) serta disorganisasi keluarga, agresi penarikan diri secara psikologis (psychological withdrawal), dan menurunnya kualitas hidup (Freedman,1973).
Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negative tergantung ari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang menyenangkan dan kadang-kadang tidak menyenangkan. Bahkan dari banyak penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa kesesakan sama sekali tidak berpengaruh negative terhadap subjek penelitian.
Proshansky dkk.(1976) dan Altman (1975) juaga memiliki asumsi yang sama dengan Freedman. Kesesakan mempunyai konotasi positif maupun negative. Kadang-kadang situasi yang sesak justru dapat dinikmati, misalnya saja dalam suatu pertandingan olah raga di stadion besar, jika penontonnya hanya sedikit, tentu suasana akan menjadi kurang meriah dan hal ini dapat mempengaruhi pemain. Dalam pesta, pameran, pertunjukan seni, dan sejenisnya, orang lebih suka kalau suasananya ramai.
Pengaruh negative kesesakan tercermin dalam bentuk penurunan-penurunan psikologis, fisiologis, dan hubungan social individu. Penagruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasaan kurang nyaman, stress, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius.
Individu yang berada dalam kesesakan juga akan mengalami malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala-gejala psikosomatik, dan penyakit-penyakit fisik yang serius(Worchel and Cooper,1983)
Perilaku sosial yang sering kali timbul karena situasi yang sesak antara lain adalah kenakalan remaja, menurunya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkuangan social, berrkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubunagn sosial (Hoalahan,1982).
Sumber : Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaan pengertian antara Crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) sebagaimana yang telah dibahas di bab terdahulu tidaklah jelas benar, bahkan kadang-kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang.
Menurut Altman (1975), Heimstra dan McFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982).
Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor :
a. Karakteristik seting fisik
b. Karakteristik seting sosial
c. Karakteristik personal
d. Kemampuan beradaptasi
Stokols (dalam Altman,1975) membedakan antara kesesakan bukan social (nosocial crowding) yaitu dimana factor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah raung yang sempit, dan kesesakan social (social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan moleculer dan molar. Kesesakan molatr (molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler (Molekuler crowing) yaitu perasaan sesak yang menganalisis individu, kelompok kecil dan keajadian-kejadian interpersonal.
B.Teori-teori kesesakan
Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga model teori, yaitu beban stimulus, kendala perilakau dan teori ekologi (Bell.,1978; Holahan,1982).
Toeri beban stimulus. Pendapat teori ini berdasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus disini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan social. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena bebrapa factor, seperti :
a. Kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan
b. Jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat
c. Suatu percakapan yang tidak dikehendaki
d. Terlalu banyak mitra interaksi
e. Interaksi yang terjadi dirasa terlalu dalam atau terlalu lama
Teori Ekologi. Micklin (dalam Holahan,1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbal balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok social dan bukan individu, dan organisasi social memegang peranan sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan social. Undermanning atau undercrowding. Adequate manning terjadi bila jumlah warga sesuai (tidak kuarng dan tidak lebih) dengan syarat seting. Overmanning atau overcrowding terjadi bila jumlah penghuni berlebihan sehingga seting tersebut tidak mampu lagi menampungnya.
Teori Kendala Perilaku. Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak bila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi aktifitas individu dalam suatu tempat. Pendekatan ini didasari oleh teori reaktansi psikologi (Psychological reactance) dari Brehm (dalam Schmidt dan Keating,1979) yang menekankan kebebasan memilih sebagai factor pendorong penting dalam persepsi dan perilaku manusia. Ia mengatakan bahwa bila kebebasan itu terhambat, maka individu akan mengadakan suatu reaksi dengan berusaha menemukan kebebasan yang hilang tadi, yang digunakan untuk mencapai tujuannya.
Proshansky dan kawan-kawan (1976) mengemukakan bahwa pengaruh psikologis dari kesesakan yang utama adalah kebebasn memilih individu dalam situasi yang sesak. Dengan bertambahnya kehadiran orang lain menyebabkan gagalnya usaha yang dilakukan individu dalam mencapai tujuannya. Kesesakan terjadi bila kehadiran orang lain dalam suatu seting membatasi kebebasan individu dalam mencapai tujuannya.
C.Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan
Terdapat tiga factor yang mempengaruhi kesesakan yaitu : personal, social, dan fisik, yang akan dibahas satu persatu.
Faktor Personal. Factor personal terdiri dari control pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi ; serta jenis kelamin dan usia.
a). Kontrol pribadi dan locus of control
Seligman dan kawan-kawan (dalam Worchel dan Cooper,1983) mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai control terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran control pribadi didalamnya.
b). Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Nasar dan Min (dalam Gifford,1987), yang mencoba membandingkan kesesakan yang dialami oleh orang Asia dan orang Mediterania yang tinggal di asrama yang sama di Amerika Utara, menemukan adanya perbedaan persepsi terhadap kesesakan pada individu dengan latar belakang budaya yang berbeda, dimana orang Mediterania merasa lebih sesak daripada orang Asia.
Sundsstrom (dalam Gifford,1987) mengatakan bahwa pengalaman pribadi dalam kondisi padat dimana kesesakan terjadi dapat mempengaruhi tingkat toleransi individu terhadap stress akibat kesesakan yang dialami. Tingkat toleransi akibat adaptasi ini berguna bila individu dihadapkan pada situasi yang baru.
Bell dan kawa-kawan (1978) mengatakan bahwa semakin sering atau konstan suatu stimulus muncul, maka akan timbul proses pembiasaan yang bersifat psikologis (adaptasi) dan fisik (habituasi) dalam bentuk respon yang menyebabkan kekuatan stimulus tadi melemah. Karena proses pembiasaan ini berhubungan dengan waktu, maka dalam kaitannya dengan kesesakan di kawasan tempat tinggal, lamanya individu tinggal dikawasan tersebut akan mempengaruhi perasaan sesaknya.
c). Jenis kelamin dan usia
Penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada pria pengalaman akan kesesakan ini lebih terlihat dibanding wanita karena lebih menunjukan sikap-sikap reaktif terhadap kondisi tersebut. Sikap reaktif itu tercermin dalam sikap yang lebih agresif, kompetitif, dan negative dalam berinteraksi dengan orang lain (Altman, 1975; Freedman,1975; Holahan,1982). Sementara itu Dabbs (1977) mengatakan bahwaa perbedaan jenis kelamin tidaklah berpengaruh terhadap kesesakan, meliankan lenih dipengaruhi oleh jenis kelamin mitra yang dihadapi.
Faktor Sosial. Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung di pengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan. Factor-faktor social yang berpengaruh tersebut adalah :
a).Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain. Schiffenbauer (dalam Gifford,1987) melaporkan bahwa penghuni asrama akan merasa lebih sesak bila terlalu banyak menerima kunjungan orang lain. Penghuni yang menerima kunjungan lebih banyak juga merasa lebih tidak puas dengan ruangan, teman sekamar, dan proses belajar mereka.
b). Formasi Koalisi
Keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan sosiial akan dapat meningkatkan kesesakan. Karenanya banyak penelitian yang menemukan akibat penambahan teman sekamar (dari satu menjadi dua orang teman) dalam asrama sebagai suatu keadaan yang negative. Keadaan negative yang muncul berupa stress, perasaan tidak enak, dan kehilangan control, yang disebabkan karena terbentuknya koalisi di satu pihak dan satu orang yang terisolasi di lain pihak (Gifford,1987).
c). Kualitas Hubungan
Kesesakan menurut penelitian yang dilakukan oleh Schaffer dan Pstterson (dalam Gifford,1987) sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang percaya bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya merasa kurang mengalami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.
d). informasi yang tersedia.
Kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebelumdan selama mengalami keadaan yang padat. Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah mempunyai informasi tentang kepadatan (Fisher dan Baum dalam Gifford,1987).
Faktor Fisik. Gove dan Hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan di dalam rumah berhubungan dengan factor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah (perbandingan jumlah penghuni dan luas ruangan yang tersedia) dan suasana sekitar rumah.
Variasi arsitektural
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Baum dan Valins (1977) di temukan bahwa desain koridor yang panjang akan menimbulkan perilaku kompetitif, penarikan diri, rendahnya perilaku kooperatif, dan rendahnya kemampuan untuk mengontrol interaksi.
McCartey dan Saegert (dalam Gifford,1987) menemukan bahwa bila dibandingkan dengan bangunan horizontal, kehidupan dibangun vertical dapat menyebabkan perasaan sesak yang lebih besar dan menimbulkan sikap-sikap negative seperti kurangnya kemampuan untuk mengontrol, rendahnya rasa aman, merasa kesulitan dalam mencapai privasi, rendahnya kepuasan terhadap bangunan yang ada, dan hubungan yang tidak erat di antara sesame penghuni.
D.Pengaruh Kesesakan terhadap perilaku
Bila suatu lingkungan berubah menjadi sesak (crowded), sumber-sumber yang ada di dalamnya pun bisa menjadi berkurang, aktivitas seseorang terganggu oleh aktivitas orang lain, interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan menggangu individu dalam mencapai tujuan personalnya, gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan (Epstien,1982) serta disorganisasi keluarga, agresi penarikan diri secara psikologis (psychological withdrawal), dan menurunnya kualitas hidup (Freedman,1973).
Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negative tergantung ari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang menyenangkan dan kadang-kadang tidak menyenangkan. Bahkan dari banyak penelitiannya diperoleh kesimpulan bahwa kesesakan sama sekali tidak berpengaruh negative terhadap subjek penelitian.
Proshansky dkk.(1976) dan Altman (1975) juaga memiliki asumsi yang sama dengan Freedman. Kesesakan mempunyai konotasi positif maupun negative. Kadang-kadang situasi yang sesak justru dapat dinikmati, misalnya saja dalam suatu pertandingan olah raga di stadion besar, jika penontonnya hanya sedikit, tentu suasana akan menjadi kurang meriah dan hal ini dapat mempengaruhi pemain. Dalam pesta, pameran, pertunjukan seni, dan sejenisnya, orang lebih suka kalau suasananya ramai.
Pengaruh negative kesesakan tercermin dalam bentuk penurunan-penurunan psikologis, fisiologis, dan hubungan social individu. Penagruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasaan kurang nyaman, stress, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius.
Individu yang berada dalam kesesakan juga akan mengalami malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala-gejala psikosomatik, dan penyakit-penyakit fisik yang serius(Worchel and Cooper,1983)
Perilaku sosial yang sering kali timbul karena situasi yang sesak antara lain adalah kenakalan remaja, menurunya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkuangan social, berrkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubunagn sosial (Hoalahan,1982).
Sumber : Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma
Minggu, 10 April 2011
Peran Stress Dalam Memahami Hubungan Manusia Dengan Lingkungan
Menurut Veitch & Arkkelin (1995) stress dicirikan sebagai proses yang membuka pikiran kita, sehingga kita akan ketemu dengan sensor,menjadi sadar akan bahaya,memobilisasi usaha kita untuk mengatasinya, mendorong untuk melawannya, serta yang membuat kiata berhasil atau gagal dalam beradaptasi. Proses ini akan mengikuti suatu alur yang logis seperti pada gambar 3.7. ketika suatu sensor kita evaluasi, kita seleksi stategi-stategi untuk mengatasinya kita lakukan “pergerakan-pergerakan “ tubuh secara fisiologis dan psikologi untuk melawan stressor,dan lalu mengatasinya dengan suatu tindakan.jika coping berhavior (perlakuan penyesuaian diri) ini berhasil, maka adaptasi akan meningkat dan pengaruh stress menghilangkan. Sementara jika coping berhavior gagal, maka stress akan menerus, pembangkitan fisik dan fisiologis tidak dapat dihindari sehingga penyakit fisik akan menyerang.
Ketika tidak mengalami stress, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam keadaan seperti itu, ada waktu-waktu tertentu dimana kita sebenarnya justru mengalami stress. Bahkan suatu stress terkadang tidak terkait dengan masalah ketidakseimbangan (disekuilibrium). Ada waktu-waktu tertentu, dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individu dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior. Di lain pihak, individu juga dapat mengalami keduanya. Pada kondisi inilah terjadi disekuilibrium, yang tergantung dari proses-proses fisik, psikologis, dan fisiologis.
Hal lain yang belum dibahas adalah elemen-elemen lingkungan yang dapat mempengaruhi proses terjadinya disekuilibrium maupun ekuilibrium dalam kaitan dalam kaitan manusia dengan lingkungannya. Kita dapat merasakan suara dibawah kondisi tertentu dapat dipersepsi sebgai kebisingan dan bagaimana persepsi ini mempengaruhi respon psikologis dan fisiologis terhadap sumber kebisingan. Sama halnya ketika kita menghadapi elemen-elemen lingkungan lainnya seperti kondisi atmosfir, kepadatan penduduk, rancangan arsitektur, dan produk tekhnologi. Singkatnya, terdapat banyak aspek lingkungan yang dapat menciptakan stress. Kita akan mencoba meguraikan kondisi-kondisi dimana hal tersebut akan terjadi dan mencermatinya pada individu-individu yang dipengaruhi. Pada akhirnya kita dapat menyarankan cara-cara pencegahan terhadap stress dan pengaruh yang merugikan. Sehingga, kedua hal tersebut dapat diasumsikan untuk dapat kita hindari.
Sumber : Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma.
Ketika tidak mengalami stress, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. Dalam keadaan seperti itu, ada waktu-waktu tertentu dimana kita sebenarnya justru mengalami stress. Bahkan suatu stress terkadang tidak terkait dengan masalah ketidakseimbangan (disekuilibrium). Ada waktu-waktu tertentu, dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individu dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior. Di lain pihak, individu juga dapat mengalami keduanya. Pada kondisi inilah terjadi disekuilibrium, yang tergantung dari proses-proses fisik, psikologis, dan fisiologis.
Hal lain yang belum dibahas adalah elemen-elemen lingkungan yang dapat mempengaruhi proses terjadinya disekuilibrium maupun ekuilibrium dalam kaitan dalam kaitan manusia dengan lingkungannya. Kita dapat merasakan suara dibawah kondisi tertentu dapat dipersepsi sebgai kebisingan dan bagaimana persepsi ini mempengaruhi respon psikologis dan fisiologis terhadap sumber kebisingan. Sama halnya ketika kita menghadapi elemen-elemen lingkungan lainnya seperti kondisi atmosfir, kepadatan penduduk, rancangan arsitektur, dan produk tekhnologi. Singkatnya, terdapat banyak aspek lingkungan yang dapat menciptakan stress. Kita akan mencoba meguraikan kondisi-kondisi dimana hal tersebut akan terjadi dan mencermatinya pada individu-individu yang dipengaruhi. Pada akhirnya kita dapat menyarankan cara-cara pencegahan terhadap stress dan pengaruh yang merugikan. Sehingga, kedua hal tersebut dapat diasumsikan untuk dapat kita hindari.
Sumber : Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma.
Langganan:
Postingan (Atom)